Selasa, 18 Juli 2017

[ULASAN] EPHEMERAE oleh Natasya Fila Rais


Judul: Ephemerae
(A Story about Soul-Traveller)
Penulis: Natasya Fila Rais
Penerbit: BitRead
Terbit: 2017
ISBN: 978-602-6416-16-2

Sinopsis:
Best friends usually said 'good morning' once they met on the street.
'Good morning, Cal.' That was how it should be.
But it ws all different with Caleb.
"Good morning, Cal." I doubted he remembered himself as a Caleb.
Instead, all I could say every morning was 'Who are you today?'

Caleb Donahue is never an ordinary guy. Hei is a time traveler, traveling from one soul to another, as he takes a journey into different era everyday. Amethyst Mist, Caleb's best friend, has never felt more lost. Together, they go through various adventures. But the more they discover new time to settle in, the less they know themselves.



Ulasan:
Sinopsisnya keren. Penjelajah Jiwa, mungkin seperti Astral Projection, pikir saya. Pertama, saya agak bingung dengan nama Amethyst Mist, si protagonis. Memang kedua nama punya fonem yang mirip dan terdengar keren, tapi seandainya ada penjelasan lebih seperti misalnya orang-tuanya berselera artistik atau beraliran bohemian. Tapi Amethyst punya ortu yang biasa-biasa saja, dengan ayah yang kerjanya di kota lain dan ibu yang pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga biasa.  
Kedua, buku ini ditulis dengan bahasa Inggris, hanya terdapat 149 halaman dengan spasi 1,5 dan font 12, membuat novel ini cukup tipis. Seperti saya bilang di awal, sinopsisnya keren.  

Caleb bisa menjelajah waktu. Hampir setiap hari, tubuh Caleb dihuni oleh jiwa orang lain sementara Calebnya sendiri entah ke mana. Amethyst adalah teman masa kecilnya yang seiring waktu karena terlalu sering bersama, mereka jadi saling bergantung dan wajar jika akhirnya saling menyukai. Hanya Amethyst yang mengerti apa yang sedang dialami Caleb. Ibunya, sebagai satu-satunya anggota keluarga yang diceritakan dalam buku, dan teman-temannya,  menganggap Caleb punya kelainan jiwa. Caleb dianggap hanya memiliki imajinasi tinggi ketika dirinya 'kumat' dengan menciptakan beberapa kepribadian dalam pikirannya. Sampai sini, premisnya amat menarik. Namun sayangnya penulis tidak melukiskan pengalaman para jiwa-jiwa ini. Disebutkan jiwa-jiwa ini berasal dari masa lalu, bahkan ada juga yang dari masa depan dan ada jiwa yang telah lama meninggal, mereka berganti tubuh dengan Caleb. Bagaimana dengan perasaan dan pikiran mereka begitu melihat pemandangan yang berbeda zaman? Selain itu, bagaimana perasaan Caleb-nya sendiri yang nggak bisa mengontrol kemampuan anehnya itu? 

Kisah ini ditulis melalui sudut pandang Amethyst. Pembaca diajak menyelami betapa Amethyst merasa salah tempat dan terdapat kasus penindasan terhadapnya, lalu ada cowok populer di sekolah yang dulu pernah ikut menindas dirinya sekarang tiba-tiba jadi baik. Kisahnya jadi berpindah ke Amethyst dan kurang menggali tentang Caleb yang merupakan Penjelajah Jiwa. Koneksi antara Amethyst dan Caleb hanya sedikit digambarkan. Kejadian pada masa lalu, yang membuat Caleb jadi punya kemampuan tersebut dan membuat Amethyst trauma berat juga nggak dijelaskan sama sekali. Saya penasaran banget. 

Pada bagian akhir, terdapat penjelasan lagi tentang Caleb. Doi, sayangnya, terpaksa masuk RSJ dan banyak dokter masih nggak tahu apa penyakitnya. Sampai ayah Amethyst mengenalkannya ke seorang dokter ahli syaraf. Usai memeriksa Caleb yang semakin terpuruk di RSJ, dokter itu akhirnya mengerti apa yang salah pada diri Caleb. Dan saya girang, akhirnyaaaaa... Dokter itu memberi nama pada kondisi Caleb sebagai Temporal Parallelism (bukan mengenai Computing Engineering lho).  

Endingnya, ditutup dengan klimaks yang greget. Secara keseluruhan, tulisannya bagus, Inggrisnya okeh, diksinya baik, cetakannya juga rapih. Tapi ceritanya masih kurang bernyawa. Ide cerita semacam ini punya potensi bagus untuk dikembangkan dan digali lebih dalam lagi. Khususnya pada bagian psikologi Caleb, sang Penjelajah Jiwa.



Oleh: Paus Biru.   

Catatan: Penulis kelahiran 1999 ini pernah membintangi sinetron semasa kecil dan pernah memenangkan juara menyanyi di iClub48. Sekarang penulis sedang menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus bekerja sebagai Staff Writer di Affinity Magazine.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar